Al Washliyah dari Medan ke Tanah Banjar

Oleh

Kamrani Buseri dan Syaifuddin Sabda

 

Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30 November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Al Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Washliyah lahir ketika bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda (Nederlandsh Indie). Sehingga para pendiri Al Washliyah ketika itu turut berperang melawan penjajah Belanda. Tidak sedikit para tokoh Al Washliyah yang ditangkap Belanda dan dijebloskan ke penjara hingga menjadi shahid demi mempertahankan agama dan negara.Tujuan utama berdirinya organisasi Al Washliyah ketika itu sebagai sarana pemersatu umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Perselisihan tersebut merupakan bagian dari strategi Belanda untuk terus berkuasa di bumi Indonesia, kemudian Organisasi Al Washliyah menggalang persatuan ummat untuk melawan penjajahan Belanda di muka bumi Indonesia, hingga diraihnya kemerdekaan.

Penjajah Belanda yang menguasai bumi Indonesia terus berupaya agar bangsa Indonesia tidak bersatu, sehingga mereka terus mengadu domba rakyat. Segala cara dilakukan penjajah agar rakyat berpecah belah, karena bila rakyat Indonesia bersatu maka dikhawatirkan bisa melawan pejajah Belanda.

Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam. Umat Islam kala itu dapat dipecah belah karena disibukkan dengan perbedaan pandangan dalam hal ibadah dan cabang dari agama (furu’iyah). Kondisi ini terus meruncing, hingga umat Islam terbagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari semakin tajam hingga pada tingkat meresahkan.

Perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara khususnya kota Medan pada masa itu mendorong para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah Tapanuli Medan berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah. Upaya mempersatukan umat Islam terus dilakukan dan akhirnya terbentuklah organisasi Al Jam’iyatul Washliyah sebagai sarana pemersatu sesuai dengan namanya ” Perkumpulan yang menghubungkan”. Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah SWT. dan menghubungkan manusia dengan manusia (sesama umat Islam). (http://www.al-washliyah.com/about/sejarah.

Al Jam`iyatul Washliyah merupakan organisasi kemasyarakatan dengan amal ittifaknya yaitu pendidikan, dakwah dan amal sosial. Adapun yang menjadi landasan gerakan perjuangannya adalah Quran Surat Asshof ayat 10 – 11 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku (Allah) tunjukkan suatu perniagaan yang melepaskan kamu dari azab yang pedih ?, berimanlah kamu kepada Allah dan RasulNya dan bekerjalah kamu bersungguh-sungguh (berjihad) di jalan Allah dengan harta dan dirimu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

Memperhatikan salah satu seruan dan petunjuk Allah Swt sebagaimana tertulis pada ayat di atas dapat dipahami bahwa untuk mencapai kesusksesan hidup didunia dan akhirat setidak-tidaknya harus terpenuhi dua syarat, yang pertama beriman kepada Allah dan RasulNya, sedangkan yang kedua adalah berjuang secara sungguh-sungguh (berjihad) dengan menyumbangkan harta, tenaga, pikiran, pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sebagainya. Jihad yang dimaksud bukan hanya berangkat ke medan perang tetapi memperdalam pengetahuan dan mengembangkan pendidikan merupakan bagian dari jihad.,

Di zaman Belanda Al-Washliyah berhasil upaya de-mistifikasi (penghancuran berpikir mistik) dengan gerakan rasionalisasinya, tetapi tetap berpijak pada konsep Al-Qur’an dan As-Sunnah. Melalui pola pikir yang rasional tetapi tetap mengedepankan jiwa kemanusiaan serta ketundukan kepada ketentuan Allah SWT., Al-Washliyah berhasil membawa umat sedikit demi sedikit untuk mempergunakan nalar rasional dengan inspirasi ajaran Qur’an dan Sunah. Dari pola pemikiran tersebut gerakan Al-Washliyah telah “membangunkan” kesadaran umat Islam yang sebelumnya lebih terkesan tertinggal dan menjauhi kemajuan modern dalam pengembangan sains dan teknologi. Secara perlahan Al-Washliyah bisa membawa umat dan bangsa untuk mensejajarkan umat dan bangsa ini dengan umat dan bangsa lainnya.
Peranan Al-Washliyah sampai kini tetap menjadi harapan umat dan bangsa, selain ormas Islam lainnya seperti NU, Persis, SI dan lain-lain. Terlebih dalam menyikapi isu-isu nasional dan internasional selalu tampil di depan sebagai pelopor, baik secara kelembagaan ataupun yang diperankan individu kader-kadernya.
Gerakan tabligh, tazkir, dan pengajian di tengah masyarakat yang merupakan agenda dasar Al-Washliyah harus terus ditingkatkan untuk  meninggikan keutuhan dan integritas umat yang merupakan bangunan fundamen dalam menata masyarakat yang adil dan beradab dalam bingkai kepatuhan kepada Tuhan sebagai bentuk masyarakat madani yang tercerahkan pemikirannya.
Begitupula cita luhur Al-Washliyah untuk membangun Perguruan Tinggi sebagai upaya kesempurnaan pelajaran, pendidikan dan kebudayaan juga nampaknya merupakan upaya yang perlu menjadi perhatian kita semua yang mampu meningkatkan kualitas umat, karena kualitas umat itulah yang menjadikan umat memiliki daya saing di tengah-tengah persaingan global saat ini.

Aktivitas lain yang dirintis Al-Washliyah dalam menyatuni fakir miskin, memelihara dan mendidik anak yatim, menyampaikan seruan Islam kepada orang yang belum beragama, mendirikan dan perbaikan tempat ibadah sangat perlu ditingkatkan sebagaimana yang diinginkan para pendahulu khususnya dalam menyantuni.

Alwashliyah organisasi yang berpatokan kepada Mazhab Imam Syafie, khususnya menyangkut pelaksanaan ibadah. Begitupula prinsip Imam Syafie yang mampu memadukan antara ahlu al-hadits dan ahlu ar-ra’yi, karena beliau adalah murid dari Imam Malik sebagai ahlu al-hadits juga pernah belajar dengan salah seorang murid Imam Abu Hanifah yang dikenal Ahlu ar-Ra’yi. Prinsip Imam Syafie tersebut mengilhami kita semua warga Alwashliyah untuk selalu berada ditengah-tengah dan pemersatu atau penghubung agar berbagai kelompok keagamaan bisa bersatu padu dalam menegakkan kalimah Allah di muka bumi ini.

Berkenaan dengan pimpinan pusat, Prof. Dr. Muslim Nasution, MA ( alm) terpilih sebagai Ketua Umum PB Al Washliyah periode 2010-2015 pada Muktamar ke 20 Al Jam’iyatul Washliyah di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Minggu (25/04). Muktamirin alias  peserta muktamar berharap di bawah kepemimpinan beliau nama Al Washliyah kembali mengukir sejarah di republik ini. Al Washliyah diharap bisa kembali ke sibghah dan wijhahnya yang selama dua periode PB Al Washliyah lalu terlupakan.

Muslim Nasution terpilih secara aklamasi setelah dalam pencalonan dirinya memperoleh dukungan mayoritas mutlak dari peserta. Sementara empat calon lainnya yaitu Dr. Abdul Rahman Dahlan, Dr. Halfian Lubis, Lukman Hakim Hasibuan dan Sahbela Siagian hanya memperoleh dukungan satu hingga tiga suara.

Terpilihnya Muslim sudah diprediksi berbagai pengurus wilayah. Bahkan jauh hari sebelum muktamar digelar, namanya santer di kalangan Washliyah. Wilayah-wilayah yang merupakan kantong-kantong suara telah jauh hari mengusung nama guru besar UIN ini sebagai ketua umum PB Al Washliyah.

Muktamar ke 20 Al Jam’iyatul Washliyah selain memilih Ketua Umum PB Al Washliyah juga memilih Ketua Dewan Fatwa dan Ketua Dewan Pertimbangan PB Al Washliyah. Muktamirin secara aklamasi menyepakati KH. Ridwan Ibrahim Lubis sebagai Ketua Dewan Fatwa dan Dr. H. Maslin Batubara sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.

  1. Ridwan Ibrahim Lubis sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB Al Washliyah sejak 1986-1997. Beliau adalah tipe ulama yang sangat kharismatik di organisasi yang berlambang bulan sabit bintang lima ini.

Adapun Alwashliyah Kalsel dibawa oleh KH Muhammad Daud Yahya pada tahun 1953 yakni ketika beliau bertugas sebagai Kepala Kantor Pendidikan Agama Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai PNS pindahan dari Kab Simalungan Pematang Siantar Sumut mulai tanggal 1 Juni 1953. Beliau kemudian menjadi Kepala Inspeksi Pendidikan Agama Wilayah IX Kalimantan tanggal 1 Juni 1956 dan menjadi Kepala Jawatan Pendidikan Agama Provinsi Kalimantan Selatan tanggal 1 Juni 1960- Maret 1966. Jabatan beliau terakhir Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari.

Periode kepemimpinan wilayah ialah:

  1. 1958-1962 Ketua umum H.M.Daud Yahya dan sekretaris M. Salmani Saleh.
  2. 1962-1967, Ketua Umum H.M.Daud Yahya dan Sekretaris M. Salmani Saleh.
  3. 1967-1971, Ketua Umum M Djunaidi As Chalid, sekretaris Achmad Nudja HS
  4. 1971-1976, Ketua Umum M Djunaidi As Chalid, sekretaris Achmad Nudja HS
  5. 1976-1980, Ketua Umum H. Mastur Jahri, MA, sekretaris H.Salmani Saleh
  6. 1980-1986, Ketua Umum H.M.Daud Yahya, Sekretaris Drs H Yuseran Asmuni
  7. 1986-1995, Ketua Umum H.Mastur Djahri, MA, sekretaris H. Tadjudinn Noor Nasth
  8. 1995-2000, Ketua Umum Drs. H Mulkani, sekretaris Drs. H.A. Husaini.
  9. 2000-2007. Ketua Umum Drs. H. Mulkani, sekretaris Siddik Dahlan, BBA.
  10. 2007- 2017 Ketua Umum Prof Dr H Kamrani Buseri, MA, sekretaris Prof Dr H Syaifuddin Sabda, MAg.
  11. 2017- sekarang, Ketua Umum Prof Dr. H Syaifuddin Sabda, MAg. Dengan Sekretaris Dr. Irfan Noor.

 

Perlu diingat sebagian dari washiat Dewan Fatwa yang diketuai oleh H Muhammad Riduan Ibrahim Lubis, yaitu: Kebesaran organisasi bilamana ditandai oleh orang-orang yang tergabung dalam organisasi terutama pengurusnya bersifat tawadhu, jauh nuansa berpikirnya dam ikhlas bekerja. Juga saling dekat hatinya (attaalluf), saling hormat (attarahum)dan saling dukung (attasanud). Kekuatan organisasi apabila banyak kader-kadernya yang memperjuangkan program/keperluan organisasi walaupun tidak punya jabatan di kepengurusan, juga para pemimpin yang sukses bilamana disenangi dan disayangi oleh pengikutnya meskipun dia tidak memegang jabatan lagi.

Dalam kesempatan silaturrahmi antar organisasi sosial keagamaan yang digagas oleh organisasi manapun juga, Alwashliyah selalu merasa berkepentingan untuk hadir sekaligus memberikan sambutan sesuai dengan permintaan, karena silaturrahmi merupakan wahana penting untuk mengikat kokohnya persaudaraan muslim demi tegaknya harkat dan martabat Islam sebagai agama yang agung.

Silaturrahmi secara fisik  akan lebih bermakna bilamana dibarengi oleh silaturahmi esoteris, silaturrahmi soft dimension kita,  menyangkut kemampuan kita menghubungkan hati dengan hati, otak dengan otak, rasa dengan rasa bahkan terhubungnya spiritual kita sehingga akan terbangun kekuatan umat Islam yang mecengangkan dan mengagumkan.

Kami dari Alwashliyah merasa berbahagia bilamana berbagai organisasi sosial keagamaan Islam mampu bersilaturrahmi dan berkomunikasi dengan penuh persaudaraan, dengan intens bukan saja di kalangan elitenya, tetapi sampai kepada seluruh anggota yang di kota hingga di desa, yang muda hingga yang tua, yang pria hingga wanita, yang kaya maupun yang papa. Namun hal demikian nampaknya masih perlu perjuangan bersama untuk membangun dan merealisasikannya.

Empat paradigma silaturahmi internal perlu terus disosialisasikan yaitu:

  1. Paradigma kebenaran minimal, yakni jika syahadatnya sama, maka kita bersaudara. Perbedaan lainnya adalah perbedaan sesama saudara bukan orang lain. Oleh karena itu, maka bagaimana sikap kita atas perbedaan sesama saudara tentu kita diskusikan dengan penuh persaudaraan pula.
  2. Semua aliran keagamaan sama-sama mencari kebenaran, maka marilah kita berdoa semoga aliran agama yang berbeda dengan kita memperoleh nilai 100, kita juga memperoleh nilai 100. Artinya tidak boleh ada yang merasa benar sendiri.
  3. Kembangkan paradigma fastbiqulkhairat bukan tajassasussayyiat, karena tidak ada diantara kita yang tidak memiliki kekurangan atau kesalahan. Marilah kita lakukan self critic.
  4. Kesalehan individual adalah hak asasi, marilah kita kembangkan bersama kesalehan sosial demi tercapainya kesejahteraan, kualitas kesehatan dan kualitas pendidikan seluruh umat.

Memperhatikan perkembangan persaudaraan dan silaturrahmi yang begitu pesat sekarang ini antar organisasi keagamaan, khususnya antara NU dan Muhammadiyah (kaum tua dan kaum muda) yang pada mulanya di awal kelahiran Alwashliyah masih sangat memperihatinkan dan sangat keras friksi antara keduanya sehingga perlu berdiri Alwashliyah sebagai sebuah organisasi yang menjembatani agar perselisihan antara kedua organisasi tersebut jangan sampai terus membesar tetapi harus semakin mengecil. Alhamdulillah saat ini bila boleh disebut usaha Alwashliyah dari segi ini telah berhasil, karena boleh disebut tidak ada pertengkaran, friksi sudah pupus bahkan antara warga NU dan Muhammadiyah saling mantu. Oleh karena itu Alwashliyah perlu merenungi posisi dan eksistensinya saat ini, apakah masih dibutuhkan oleh situasi kondisi seperti saat kelahirannya dulu.

Bilamana latar belakang kelahiran Alwashliyah sebagai organisasi penengah dengan faham alwishal dan faham al-wasith, maka mungkin perilaku yang masih dibutuhkan saat ini adalah posisinya sebagai al-wasith sebagaimana dikehendaki oleh firman Allah “Adalah manusia itu sebagai umat yang tengah-tengah atau umat yang harmonis…”

Sehubungan dengan itu peran penting dari Alwashliyah saat ini adalah menjaga agar umat ini tidak cenderung kepada perilaku yang berlebihan, baik berlebihan atau ekstrim ke liberalis maupun ekstrim ke fundamentalis. Gejala-gejala ke arah kedua kutub tersebut saat ini sering kita temuai dalam kehidupan keagamaan masyarakat kita, misalnya sepanjang sejarah keislaman Indonesia tidak mengenal perilaku ekstrim, namun sekarang ini sudah mulai merembes di berbagai kelompok tertentu gejala yang mengarah kepada pelanggaran budaya Islam Indonesia dan seringkali menunjukkan ketertutupan dan mengakibatkan munculnya sakwasangka yang bukan-bukan. Begitupula liberalis mulai menghinggapi kehidupan beragama di Indonesia yang juga bertentangan dengan perilaku beragama kita orang Indonesia yang sangat menghargai sunnah yang mu’tabarah.

Alwashliyah Kalimantan Selatan secara pisik barangkali belum banyak memberikan sumbangan di tengah-tengah masyarakat, namun secara konsepsional setiap kadernya selalu berjuang atas landasan menjaga prinsip tengah-tengah, keseimbangan (tawazun) maupun kesamaan (tasamuh).  Perguruan Alwashliyah yang beberapa tahun berkembang, sekarang ini belum bisa dikatakan maju, begitupula perguruan tingginya yakni STAI Alwashliyah Barabai belum bisa dikatakan berkembang pesat. Semua itu tentu menghendaki uluran tangan dari PB Alwashliyah ke depan.

Selamat berjuang, semoga pertolongan Allah selalu bersama kita, amin.

 

 

Laporan Pimpinan Wilayah Al-Jamiyatul Washliyah Kalimantan Selatan  pada Muktamar –XXI, 22-24 April 2015 di Jakarta

Kamrani Buseri  (Ketua) dan  Syaifuddin Sabda (Sekretaris)

 

 

About administrator

Check Also

Pendidikan Anak dalam Islam

Oleh Syaifuddin Sabda   Salah satu persoalan serius yang dihadapi oleh dunia pendidikan kita di …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *